Tuesday, October 30, 2012

Capek



Capek sekali. Sudahmi deh. Tidak mauka coba-coba lagi. Kutauji apa maksudnya. Siapa yang dipilihnya. Bagaimana akhirnya. Capek ah. Capek. Tapi tetapji kutemani dirinya. Dalam batas-batas yang kubuat. Batas normal. November. Mauka refresh. Hilangkan capek.


 Oktober bikin capek!



Friday, October 26, 2012

Aku Mencintai Kamu



Kata Bapak pada Ibu, "Ah, Lia makananmu terlalu asin. Kemarin, kemanisan. Esok, kamu mau taruh rasa apa lagi di lidahku?"

*

Kata Aku pada Ibu, "Bapak kenapa, Bu?"

*

Kata Aku pada Bapak, "Kenapa dengan ibu, Pak?

*

Kata Ibu pada Aku, "Bapakmu mencintai ibu."

*

Kata Bapak pada Aku, "Ibumu mencintai bapak."

*

Aku berkata pada diriku, "Aku mencintai kalian."





Tiga Lelaki Saja



Bapak.

Pak.

Kamu.


(Tidak sedang me-list)


Aku Ciptakan Ombak



Aku ciptakan ombak, kamu jangan marah yah...

Marah pun tak apa. Tapi riak saja. 

Marah yang banyak. Berarti riak yang besar.

Lalu, menjadi ombak. 

Kamu menciptakan ombak, aku takkan marah kok...


Laut kita tak tenang. 

Ombakku,

ombakmu,

Ah, aku tak mengerti.


Menggulung-gulung. Aku bingung.



Tuesday, October 23, 2012

Pada Nama dan Dirimu



Mengapa kutemukan banyak kata setelah membaca namamu?


Mengapa kutemukan hanya satu rasa setelah membaca dirimu?



Lebay



: Hai, maaf... aku hanya main-main.

(menatap)

: Tapi cintaku tidak pernah main-main.

(berpaling)


#hahaha, gombalisme beraksi 




Penabung Rindu




Teman, mari berpuisi

Kamu akan mendengarkan lenguhan panjang dari perut bumi
Yang dilukai jiwanya suri. Yang melukai jiwanya mati.


(Menabung rindu pada Rabu)





Bumi Kita?



Aku ingin berpuisi lagi denganmu. Dengan segala keanehan yg terjadi di bumi kita. hahaha, bumi kita?


(WS, Semangat pagi teman.)

 

Bukan Puisi yang Dipuisikan



Ada yang hilang, iya?

Iya.

Sama. :)

Kita bicara pakai bahasa apa ini?

Hahaha


(WS, 21/10/12)




Kita Berpuisi



Malam itu kita berpuisi. Kita berpuisi. Kita berpuisi. 


(WS, 21-10-12)


Monday, October 22, 2012

Batu Keanehan



Terbuat dari gumpalan-gumpalan tanya. Yang mengeraskannya adalah waktu.


Tak lagi jadi batu,

Jika ada keberanian menjawab.

Tak lagi jadi aneh,

Jika ada keikhlasan menerima jawaban.

Takkan ada batu keanehan,

Jika kamu dan aku tak saling mengenal. Tak pernah bertemu.


Tapi,

Batu keanehan akan selalu ada. Selama kita bergantung pada waktu.


Esok,

Ketika kamu dapati batu keanehan menghilang dari sisimu. Pastikan aku menjelma kenangan. Karena harus ada yang membuka jalan, untuk ketenangan yang tak tenang.




(Untuk yang tersandung berkali-kali. Dan yang terluka banyak kali.) ^^v




Sunday, October 21, 2012

Sajak Musim Gugur



Malam-malam berguguran...
Kenangan berguguran...
Hanya sajak ini yang tumbuh


Kau selalu berdiri, ketika matahri mengoyak langit
Ketika panas, mengoyak-ngoyak hidup!


Kau pernah ajak aku berjalan
Melalui pagi dan senja, berbasah hujan
Melalui kali. Luka dan suka mengalir di sana
Tanpa jeda


Bertahan! Kau harus bertahan...
Jangan gugur sebelum musim dingin tiba
Ini kuberikan nafasku!




(Ibuk, Iwan Setyawan. Puisi Bayek untuk sang Ayah yang sedang sakit parah. Touching.)


Dalam Genggamanmu, Ibuk



Buku baru. Sepatu baru. Sekolah baru.
Untuk anak-anakmu
Agar mereka merekah


Kau bangun jembatan agar mereka tak melalui kali yang keruh
Kau gendong jiwa mereka agar selalu hangat
Kau nyalakan lentera hati mereka...


Malam minggu kemarin. Kau tak hanya berjanji.
Kau berikan nafasmu
Kau genggam anak-anakmu. Kau genggam erat.
Di tanganmu yang halus, kau pastikan
Mereka tidak terjatuh...


(Ibuk, Iwan Setyawan)



Saturday, October 20, 2012

Khan



Kamu membacanya? Apa yang kamu baca? Kamu yakin itu? 


Ah, kamu lucu.



Friday, October 19, 2012

Oktober



Hambar. Aku merasakan sesuatu yang mengambang. 

Aku melewatinya saja. Aku tinggalkan saja.






Aneh Yang Membingungkan



Gelas tanpa air
berembun hanya memburamkan gelas
Menghempaskan pecahan oksigen
tik tik tik tetesan air menyisakan bekas

Sulit tertangkap olehnya si penangkap
si penangkap seakan melihat dari dalam gelas
buram semua buram tak menentu
apakah itu benar? baik? tepat? cocok?

Hmmm... taman terlihat mekar bersama makhluknya
kupukupu berwarna warni
tak ada lensa yang tepat di sini
sekali lagi hanya buramnya gelas yang menjadi alas pandangan
tapi makhluk taman sangat menerima kehadiran si penangkap berlensa gelas

Terlihat kacau rentetan kata kata
ya ya ya, sama sekali menggambarkan aneh yang membingungkan
analogi yang buruk tak cukup menggambarkan apa yang salah
terus...?

Ketika mata bersetubuh dengan lensa teropong bintang
aturlah seluruh energi kearah niat
itu dia... jawaban atas aneh yang membingungkan...



(Karya teman sekaligus eks-sekertaris saya, Firman Butros Galih)^^v



Wednesday, October 17, 2012

Begin Again



Menyederhanakan pertemanan. Meminimalisir kehilangan.



(Inspirasi saat sedang menyapu, nggak nyambung banget. Hehe)




Tuesday, October 16, 2012

Malam Ini Damai



Bunga-bunga api berterbangan,

Aku tak melihatnya,

Tapi merasakannya,

Karena panasnya dalam derajat normal-menghangatkan,

Ah, malam ini damai. 


"Senang bisa berkenalan denganmu, teman."



(To my special new friend Melati Khan Dini)



Monday, October 15, 2012

Rindu yang Hebat




Rindu yang hebat itu...

Saat tangan ingin menguasai kaki, lalu kaki menjajah kepala, kepala menikam perut, perut melukai hati, hati melompat kabur melarikan diri.


Rindu yang hebat itu...

Mengacaukan.  


Rindu yang hebat itu...

Langka.


Rindu yang hebat itu...

Hanya boleh untuk orang yang tepat.



(Sesuatu banget ini tulisan :P)




Saturday, October 13, 2012

Revenge




Dan saya terbunuh dua kali. Menyakitkan.



Friday, October 12, 2012

Setelah Ada Kamu



Setelah ada kamu. Aku seperti ini.



Sebelum Ada Kamu



Sebelum ada kamu. Aku tidak seperti ini.


Kami Bertiga




Dalam kamar ini kami bertiga :
Aku, pisau dan kata –
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata


(Kami Bertiga,  Sapardi Djoko Damono)



Hatiku Selembar Daun




Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.


(Hatiku Selembar Daun, Sapardi Djoko Damono)



Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari



Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan


(Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari, Sapardi Djoko Damono)

Aku Ingin



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

 
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


(Aku Ingin, Sapardi Djoko Damono)

Making Love Out Ot Nothing At All



...

But I don’t know how to leave you
And I’ll never let you fall
And I don’t know how you do it
Making love Out nothing at all

...

Every time I see you all the rays of the sun are
Streaming through the waves in your hair
And every star in the sky is taking aim at your eyes
Like a spotlight

The beating of my hearth is a drum and it’s lost
And it’s looking for a rhythm like you
You can take the darkness from the pit of the night
And turn into a beacon burning endlessly bright

I’ve gotta follow it ‘cause everything I know
Well it’s nothing till I give it to you

...

 But I’m never gonna make it without you
Do you really wanna see me crawl
And I’m never gonna make it like you do
Making love out of nothing at all


(Making Love Out of Nothing at All, Air Supply)

 
 


Nocturno



Kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat
dan tak habis-habisnya gelisah
tiba-tiba menjelma isyarat merebutmu
entah kapankah bisa kutangkap…


(Nocturno, Sapardi Djoko Damono)


Pada Suatu Hari Nanti



Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri


Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati


Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari


(Pada Suatu Hari Nanti, Sapardi Djoko Damono)




Hujan Bulan Juni




Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

 
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

 
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu    


                     
1989
(Hujan Bulan Juni , Sapardi Djoko Damono)



Abu



Sebelum menjadi abu.

 Aku adalah arang yang mencoreng sendiri wajahku. 

Lalu aku bakar kembali diriku. 

Aku adalah abu.

Aku adalah abu.

Aku adalah abu.




Ibu Oh Ibu



Ibu, janganlah telingamu menua lebih dulu. 

Ada yang ingin aku utarakan padamu.

Perihal cinta-mencintai. 

Karena, aku menemukan ayah untuk anakku. Kelak.



Ibu, jangan pula lidahmu kaku lebih dulu.

Ada wejangan yang kutunggu.

Perihal kasih-mengasihi.

Karena, ingin kupersembahkan cucu untukmu. Kelak.



Ibu oh ibu, mengapa jasadmu lebih dulu kaku?

Kepada siapa aku mengadu?




Aku Ingin Tersesat



Ibu, kerut wajahmu adalah peta yang membuatku tersesat. 

Aku menyukainya sangat.

Ingat.



Thursday, October 11, 2012

Semoga Kalian Temukan Ini



Maaf Kak Ira

Maaf Galih

Maaf semuanya yang merasa terabaikan oleh saya.

Tidak ada maksud saya membuat situasi dan kondisi yang menjadikan kalian bertanya-tanya, walau tanpa sadar, itu terjadi begitu saja. Kemarin adalah hari terberat untuk saya. Kritikan seseorang seperti pukulan keras yang meninggalkan lebam dan luka menganga di hati saya. Kritikan yang membuat saya sangat marah. Karena apa yang orang itu katakan benar adanya. Semua benar. Itulah yang membuat saya ingin mundur sejenak. Apa itu? Maaf, saya tidak bisa menceritakannya.

Saya tahu kalian akan marah, dan memang sudah sepatutnya itu terjadi. Saya juga bingung dengan keadaan saya sekarang. Saya merasa harus ada yang saya perbaiki, tapi apa, dimulai dari mana, kenapa, bagaimana, pertanyaan itu berputar-putar tanpa jawaban. Akhirnya, seperti inilah yang terjadi. Saya membodohkan diri. Menenggelamkan diri dalam sepi dan sendiri. 

Maaf nah, maaf sekali teman. :(

Saya bukan orang yang terbuka. Mungkin banyak hal-hal yang saya ceritakan pada kalian. Namun, lebih banyak lagi hal-hal yang saya simpan sendiri. Sehingga dengan sangat-sangat sadar saya katakan, saya bukan seorang teman yang asyik. Saya sangat menjengkelkan bukan?

Sekarang, saya butuh waktu... untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini. 

Maafkan saya. 

Semoga Allah memudahkan ini untuk saya.





Hari-Hari Tanpa Hari



Aku ingin melupakan Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, untuk melupakan janji-janji yang tidak bisa aku tunaikan.



Sinar [2]



 Pisau kuning keemasan itu melebur menjadi sinar kembali. Tertarik pulang pada jalan kedatangannya, lurus menuju kembali lubang di triplek kamar. Perlahan-lahan. Dengan samar aku memperhatikannya hingga tidak ada lagi sinar tersisa. 

Yah, aku masih berbaring. Memegang mata kiriku, tidak ada darah. Mata kananku, kering tak ada air mata. Kini aku sangat berkeinginan untuk bangkit dan pergi. Entah kemana. Belum ada lima menit sinar itu pergi, aku merindunya. 

Ada yang aku sesalkan tadi, mengapa tak kugunakan pisau kuning keemasan itu untuk menusuk jantungku. Menghentikan detakan yang merusak sepiku. Menghentikan detakan yang tidak beraturan, mengganggu kesunyianku. 

Mungkin kematianku akan menjadi berita terhebat seantero jagad raya, wanita muda yang membunuh dirinya dengan pisau yang terbuat dari sinar.

Mungkin saja, darahku berwarna kuning keemasan. Jasadku akan bercahaya. Dan bintang-bintang malam mengajakku menjadi temannya. Atau lampu-lampu jalan, kunang-kunang, iri padaku yang lebih bercahaya. 

Hahaha, ah...aku tak tidur. Tapi aku nekat bermimpi. Kematianku hanya akan menjadi seremoni lepasnya ruh dari raga. Tidak ada cahaya. Tidak ada sinar.

Dari sepi kembali sepi.

Aku tahu sekarang kemana aku harus pergi.

Di sebelah kamarku, adalah dapur tempat ibu menghabiskan hampir separuh waktunya di sana. Pernah aku melihat sebuah pisau. Meski berkarat, tak mengapa, toh apa bedanya jantung dengan daging sapi yang masih bisa terpotong kecil-kecil.

Pisau berkarat?

Aku lega tahu apa yang harus aku lakukan.

Aku sudah turun dari ranjang, di ambang pintu aku masih saja berharap, sinar itu datang kembali dan menjelma pisau kuning keemasan.

Tapi itu tak mungkin. Di luar sudah sangat gelap. Dan hanya ada pisau berkarat. Untuk mengembalikan sepi pada sepi. Gelap untuk gelap. Damai ke damai yang selalu kunantikan.


Saat pisau berkarat itu menembus jantungku, maka cerita ini tamat. Tanpa sinar.




Tidak Mengerti Ini



Kita bukanlah dua orang asing, kita sudah saling mengenal sejak zaman dahulu kala, hanya saja kita belum pernah bertemu :-) 


(Copas dari tweet kak Redra Agatossi)


 

Mungkin



Suatu nanti, aku mungkin hanyalah kenangan di ingatanmu dan saat ini aku hanya butuh melakukan yang terbaik agar menjadi seseorang yang baik.


(Copas dr Tweet Kak Redra Agatossi)


Hipotesis



Kadang kala kita perlu kehilangan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Benarkah ini?



Sinar [1]



Aku sedang berbaring ketika seberkas sinar menerobos triplek bocor, menyorot lurus tepat ke arah mataku. Apa yang dibawa sinar itu? Mengapa aku menangis, hatiku bergetar, lalu sinar itu menjelma pisau kuning keemasan. Menusuk mataku. Kiri saja. Lalu darah mengucur deras sekali. Mata kananku juga mengalirkan banyak sekali air mata.

Sinar itu, ah bukan, pisau itu menusuk tanpa henti. Aku punya kekuatan untuk bangkit, tapi anehya aku tidak memiliki keinginan itu. Aku masih berbaring. Dengan dua sungai di pipiku. Kubiarkan saja. 

Sakitkah? Sangat!

Tiba-tiba...



Tuesday, October 09, 2012

Jalan Pintas



Bagaimana caranya agar aku mengerti, sementara kamu juga tidak mengerti. Satu-satunya jalan adalah pura-pura mengerti saja.



Lelah



Menyatukan minyak dan air. Bersatu tapi terpisah. Aneh bukan?


Thursday, October 04, 2012

Janji



Menasbihkan pertemanan dalam keraguan.


Wednesday, October 03, 2012

Strange [2]



Okashii yo ne ^^


Strange [1]



Stranger said: Doki doki shichatta yo


Monday, October 01, 2012

Semiotika X



Begitu tingginya penggunaan X, hal ini karena menurut Peter York, konon X merupakan huruf yang paling mudah diasosiasikan, seru, seksi, tak terkalahkan, menarik, dan misterius.

( Semiotika X, Suheri)



Need You Now



It's a quarter after one, I'm all alone and I need you now.

Said I wouldn't call but I've lost all control and I need you now.

And I don't know how I can do without.

I just need you now.


Yes I'd rather hurt than feel nothing at all.



(Need You Now, Lady Antebellum)


Samson



You are my sweetest downfall

I loved you first, I loved you first

Beneath the sheets of paper lies my truth

I have to go, I have to go

Your hair was long when we first met


(Samson, Regina Spektor)

 

Fall For You



But hold your breath

Because tonight will be the night that I will fall for you

Over again

Don't make me change my mind

Or I wont live to see another day

I swear it's true

Because a girl like you is impossible to find

You're impossible to find


(Secondhand Serenade, Fall For You)

Pathway



Hidup adalah pengembaraan. Perlu perencanaan namun dimisterikan. 

Hidup adalah pergerakan. Perlu diusahakan namun ditakdirkan. 

Hidup adalah kumpulan pertanyaan dan jawaban.


Sudut Pandang



Bocah 4 SD berlari-lari mengelilingi lapangan, sudah 3 putaran, peluh-peluh berjatuhan. Dari pinggir lapangan, Lelaki paruh baya memegang rotan. Ototnya mengencang. Matanya menajam.

"Rio kenapa, pak?"

"Ibu lihat sendiri di papan tulis apa yang sudah anak itu tulis. Benar-benar lancang." Kumisnya bergoyang. Marahnya tertahan.

Suara sepatu kembali mendekat. "Saya hanya menemukan sebait puisi, apanya yang lancang?"

Rio tumbang. Teriakan tertelan.


***

Hari senin kemarin,
Pak Kumis mengenalkan rotannya di tanganku
garis-garis merah,  aku suka
 Mungkin besok, 
seluruh tubuhku akan menjadi sahabat rotannya.
Karena aku gagu.

***